Buku Tamu

Website counter

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 17 November 2013

PERKEMBANGAN KAJIAN ATAS KETUNALARASAN

Perkembangan ketunalarasan di Indonesia belum pernah diketahui mulai dari kapan, bahkan dokumentasi mulai dari kapan Indonesia peduli dengan penyandang cacat tidak pernah ada.Tuna laras sebenarnya sudah dikenal sejak beribu-ribu tahun yang lalu, tetapi jenis kecacatan ini dinamai dengan nama yang berbeda-beda. Pada abad XX ini, tunalaras mulai dikaji secara sistematik (Lewis,1974).
Kaurrfman (1985) mengadakan periodisasi perkembangan kajian atas ketunalarasan menjadi tiga periode, yaitu sebelum abad XIX, abad XIX, dan abad XX.
                perkembangan kajian atas ketunalarasan di Eropa dan Amerika Serikat berdasarkan periodisasi yang dibuat oleh Kauffman (1985) yaitu sebelum abad XIX, abad XIX, dan abad XX.
B.      SEBELUM ABAD XIX
Sebelum abad XIX, para penyandang tuna laras disebut sebagai orang gila dan kebanyakan lainnya disebut sebagai akibat dari kerusakan setan. Para anak-anak maupun orang dewasa yang menunjukan tingkah laku yang aneh dihukum dengan penyiksaaan, penelantaran, ataupun dilukai sampai berdarah.
Orang yang pertama kali mempelopori perubahan dalam pananganan tunalaras adalah Phillipe Pinel, yaitu seorang dokter Perancis yang termasuk seorang psikiater pertama di dunia. Pinel menggunakan pendekatan moral yang menekankan pada perlakuan secara baik dan pembicaraan dari hati ke hati. Dengan pendekatannya ini, Pinel mencoba menangani beberapa pasien penyakit mental kronis yang telah disekap, dan disiksa di rumah sakit Bicetre.
Di Amerika Dr. Benjamin Rush seorang bapak psikiater AS, menentang keras berbagai bentuk kekerasan dan hukuman badan untuk mengendalikan tingkah laku. Dr. Rush mendukung upaya pendidikan bagi semua anak, sehingga metode pengendalian tingkah laku harus berorientasi pada pendidikan dan kasih saying.
C.      ABAD XIX
Ada beberapa perkembangan penting yang terjadi pada abad ke XIX, yaitu :
1.       Tunagrahita dan tunalaras
pada abad ke XIX, anak tunagrahita dan tunalaras dimasukan kedalam kategori yang sama, yaitu idiot. Kurang tidak dikenalnya istilah tunagrahita dan tunalaras pada awal abad ke XIX, dapat dilihat dalam beberapa deskripsi tentang anak idiot yang pada saat itu mungkin dapat dikategorikan sebagai psikostik atau autistik.
Salah satu upaya pemahaman terhadap perbedaan antara tunagrahita dan tunalaras di antaranya dimulai oleh Samuel Gridley Howe (AS) pada 1850 an. Howe menggunakan istilah Simulative idiocy untuk tunalaras, yaitu mereka sebenarnya tidak tunagrahita tetapi tampak seperti tunagrahita. Tahun 1886 di Inggris terjadi pemisahan antara gila dan dungu.
2.       Teori etiologi tunalaras
Beberapa psikiater mulai mengidentifikasi beberapa penyebab tunalaras. Penyebab ketunalarasan di antaranya dikemukakan oleh Parkinson dan West, bahwaketunalarasan disebabkan kondisi emosi dan lingkungan.
Menjelang akhir abad XIX, Henry H.Goddard, beranggapan bahwa ketunalarasan disebabkan karena factor keturunan, maka untuk mencegahnya perkawinan harus diatur secara selektif, artinya hanya mereka yang sempurna yang boleh mempunyai cacat ini, agar generasi yang akan datang terbebas dari kecacatan.
3.       Intervensi
Penanganan yang dikembangkan oleh Pinel yaitu melalui pendekatan moral psikologis mendominasi teknik intervensi di berbagai tempat didunia. Pendekatan ini berupaya mengembangkan bakat dan minat melalui krgiatan olahraga, music, vocational, akupasi, dan rekreasi yang dilakukan secara rutin, terstruktur, konsisten, dan pendekatan dari hati ke hati. Pelayanan pendidikan anak tunalaras sudah ada, walaupun masih bersatu dengan sekolah anak tunagrahita.
Pada adab XIX, banyak remaja yang nakal, agresif, tidak patuh atau terlantar tetapi tidak idiot atau gila. Pada saat itu berdirilah panti-panti untuk menampung anak dan remaja tunalaras dengan tujuan merehabilitasi mereka.
4.       Perkembangan lain
Berbagai perubahan yang berhubungan dengan ketunalarasan, seperti hubungan antara tuna grahita dan tuna laras, teori ekologi, dan intervensi memang terjadi pada tengah abad pertama dari abad XIX. Perkembangan lain yang terjadi adalah munculnya berbagai buku tentang tunalaras. Buku-buku ini berisi tentang teori ekologi dan klasifikasi tuna laras berdasarkan visi pada abad XIX. Beberapa analisis di AS juga mulai memberikan layanan klinik bagi anak tunalaras, sedangkan system peradilan anak pertama kali dibuka di AS pada tahun 1899.
D.      ABAD XX
Kemajuan dalam kajian terhadap ketunalarasan pada abad XX terjadi sangat pesat. Kemajuan itu dibuktikan dengan munculnya teori-teori baru tentang etologi dan intervensi ketunalarasan, munculnya pakar-pakar yang aktif meneliti ketunalarasan, dan dibukanya klinik-klinik bagi anak tuna laras di berbagai universitas.
1.       Pakar-pakar penting dalam ketunalarasan.
Banyak sekali pakar-pakar yang muncul pada abad XX, sebagian besar adalah warga negara Amerika Serikat. Yang muncul pertama kali adalah Clifford W. Beers, seorang pemuda yang brilian tetapi pernah mengalami breakdown syaraf yang kemudian sembuh. Pengalaman pribadinya di RS Jiwa ditulis dalam sebuah buku yang berjudul A Mind that Found Itself. Bersama psikiater Adolph Mayer dan filosofis dan psikolog William James, Beer kemudian mendirikan Komite Nasional bagi Kesehatan Mental (di AS) yang antara lain mendorong perlunya deteksi dini dan pencegahan awal, dibukanya program kesehatan mental di sekolah, dan dibukanya klinik bagi bimbingan anak. Pada saat yang hampir bersamaan pada awal abad XX ini, kajian atas kenakalan remaja dilakukan secara intensif oleh Wiliam Healy. Bersama dengan psikiater dan psikolog lain di Universitas Chicago.
2.       Berbagai layanan bagi anak tuna laras
Sejak tahun 1920 an, klinik bagi anak-anak bermasalah dibuka diberbagai Universitas dan sekolah di Amerika Serikat. Dibandingkan dengan model lapangan yang diberikan oleh psikiater sebelumnya, ada tiga hal yang baru, yaitu: adanya kerjasama yang disiplin dalam penanganan anak, jenis tingkah laku yang ditangani tidak terbatas pada tingkah laku yang parah, perhatian diberikan kepada anat individu dan sikap orang dewasa yang mungkin berpengaruh pada anak. Di sekolah umum di Minneapolis; tim yang ada pada klinik terdiri atas seorang psikolog, seorang psikiater, tiga orang pekerja social, 20 orang guru kunjung, dan beberapa ahli terapi wicara.
Program pendidikan guru PLB pertama dibuka di Michigan pada tahun 1919 dan pada waktu yang hampir bersamaan beberapa provinsi mewajibkan sekolah-sekolah umum untuk juga mrnyediakan layanan PLB.
Sselain itu muncul lembaga-lembaga yang menangani anak tunalaras banyak berdiri, seperti: lembaga konsultasi dan bimbingan, perkumpulan ahli-ahli kesehatan mental, sekolah khusus dan kelas khusus, baik yang berasrama maupun yang tidak berasrama.
Upaya penanganan atau pendidikan tidak hanya menekankan pada upaya kuratif dan represif , melainkan juga upaya prepentif. Ahli tidak hanya terbatas pada psikolog dan psikiater, tetapi melalui pendekatan multi ahli, seperti: Guru PLB, Sosial Worker, dokter umum, dokter anak, speech terapis, Teacher Counselor, dsb.
3.       Perkembangan pendekatan dan penanganan anak tunalaras
Mulai tahun 1960-an, model pendekatan dalam pendidikan lebih jauh berkembang, yaitu munculnya beberapa model pendekatan pendidikan bagi anak tunalaras, yaitu :
a.       Pendekatan Psikoanalisa
Dikembangkan oleh Berkowitz dan Rotman. Pendekatan ini menekankan penggunaan pengajaran klinis dalam menangani anak tunalaras .
b.      Pendekatan Psikoeducatif
Dikembangkan oleh N.J. Long, W.C. Morce, dan R.G. Newman. Teknik yang dipakai dalam pendekatan ini adalah life space interview (wawancara sekitar kehidupan anak) yang bertujuan memperkuat ego anak dan membantu anak memahami dan menafsirkan masalah yang dihadapi.
c.       Pendekatan Humanistik
Dikembangkan oleh G. Dennison, H. Grossman, Peter Knoblock dan A. Goldsterin. Pendekatan ini menuntut system pendidikan yang lebih bebas, lebih terbuka, lebih berpusat pada murid.
d.      Pendekatan Ekologis
Dikembangkan oleh N. Hobb. Pendekatan ini menekankan bahwa penanganan anak tumalaras tidak hanya diberikan pada anaknya, tetapi juga pada lingkungannya termasuk keluarga, sekolah, dan masyarakat.
e.      Pendekatan Behavioristik
Dikembangkan Hainz Werner, Alfred Strauss, dan Herbert C Quay. Penanganan anak tunalaras harus menekankan pada pengendalian rangsangan dari luar, penggunaan konsukuen yang konsisten, dan rutinitas yang tinggi. Pendekatan yang dipakai harus terstruktur, ditandai oleh petunjuk yang jelas, tuntutan yang pasti pada anak, dan tindak lanjut yang konsisten.
separador

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Dalam penataan posting dan gadget sudah sangat bagus , tetapi lebar postingnya terlalu sempit dan gadget ada yang kosong misal di translate. Lebih baik diperlebar lagi postingnya dan gadget yang translate dihapus karena sudah ada yang satunya.

Posting Komentar

Translate

Search this blog